Masa Demokrasi Terpimpin
Masa demokrasi terpimpin merupakan masa ketika Indonesia menerapkan sistem pemerintahan terpusat pada kepala negara Soekarno pada tahun 1959 hingga 1966. Jabatan kepala negara dipegang sepenuhnya oleh Soekarno sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959. Munculnya Dekrit 5 Juli 1959 dikarenakan gejolak masa demokrasi liberal yang sangat sering berganti kabinet. Soekarno melontarkan bahwa demokrasi liberal tidak sesuai dengan kepribadian bang Indonesia yang dijiwai semangat gotong royong dan kekeluargaan.
Ciri Demokrasi Terpimpin
Masa demokrasi terpimpin dicirikan dengan penggabungan sistem kepartaian dengan terbentuknya DPR-GR. Meskipun memiliki lembaga legislatif DPR, nyatanya lembaga ini lemah dalam sistem politik begitu pula terkait hak asasi manusia. Selain itu masa demokrasi terpimpin dicirikan dengan anti kebebasan pers dan sentralisasi kekuasaan pada pemerintahan pusat dan presiden.
Kebijakan Politik Demokrasi Terpimpin
Berikut adalah kebijakan yang diambil Seokarno pada masa demokrasi terpimpin :
1. Pembebasan Irian Barat
Irian Barat menjadi program kerja wajib pada kabinet masa demokrasi terpimpin. Hal ini mengingat berdasarkan putusan Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam jangka waktu setahun. Namun Belanda justru menunda penyelesaian Irian Barat sehingga Indonesia harus kembali merebut wilayah NKRI sepenuhnya. Ada beberapa tindakan yang dilakukan oleh Soekarno dalam menyelesaikan permasalahan Irian Barat yaitu konfrontasi politik, perjuangan diplomasi, konfrontasi ekonomi, dan konfrontasi militer.
2. Konfrontasi Malaysia
Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia dipicu oleh rencana Singapura dan Malaysia bergabung dan membentuk Federasi Malaysia yang dianggap Soekarno sebagai proyek neokolonialisme Inggris untuk mengamankan kekuasaannya di Asia Tenggara. Indonesia dan Filipina menolak dengan tegas rencana tersebut. Untuk menengahi permasalahan ini maka dilakukanlah Konferensi Maphilindo (Malaysia, Filipina dan Indonesia) pada 31 Juli – 5 Agustus 1963 di Filipina. Hasil dari Konferensi Maphilindo adalah 3 resolusi penting yaitu Komunike Bersama, Persekutuan Manila dan Deklarasi Manila.
Inti dari 3 resolusi hasil dari Konferensi Maphilindo bahwa Indonesia dan Filipina setuju pembentukan Federasi Malaysia apabila hal tersebut adalah kemauan masyarakat Kalimantan Utara. Indonesia dan Filipina pun meminta Sekjen PBB untuk menyelidiki terhadap kehendak rakyat Sabah dan Serawak. Sayangnya, belum selesai penyelidikan Malaysia dan Singapura mendeklarasikan Federasi Malaysia. Pada tanggal 17 September 1963 terjadi pemutusan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia, disusul pada 21 September 1963 pemutusan hubungan ekonomi Singapura, Malaysia dan Serawak. Karena usaha diplomasi mengalami kebuntuan, maka pada 3 Mei 1964 Soekarno menyerukan Dwi Kora dengan isi :
- Meningkatkan ketahanan revolusi Indonesia
- Membantu perjuangan revolusioner masyarakat Serawak , Sabah, Manila, Singapura dan Berunei membubarkan negara boneka Malaysia
- Penyimpangan kebijakan politik luar negeri pada masa demokrasi terpimpin adalah pembentukan komando penyerangan yang disebut Komando Mandala Siaga berdasarkan keputusan Dwikora. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif Indonesia.
3. Politik Mercusuar
Politik Mercusuar bertujuan menonjolkan kemegahan Indonesia di mata dunia dan bukan demi kesejahteraan rakyat. Demi mewujudkan tujuan tersebut Soekarno melaksanakan proyek monumental diantaranya :
- Pembangunan gedung Stadion Senayan Jakarta
- Pembangunan icon kota Jakarta Monumen Nasional atau Monas
- Menyelenggarakan Asian Games IV
- Menyelenggarakan pesta olahraga Games of The New Emerging Force (Ganefo) tahun 1963
- Pembangunan kawasan pertokoan Sarinah
- Politik mercusuar menjadi salah satu penyebab mengapa demokrasi terpimpin mengalami kegagalan karena proyek ini telah menghabiskan dana sangat besar.
Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
Pada masa demokrasi terpimpin, dibentuk beberapa lembaga baru diantaranya :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
MPRS dibentuk didasarkan pada Dekrit 5 Juli 1955. Keanggotaan DPRS terdiri dari 281 anggota DPR Gotong Royong, 94 utusan daerah. serta 200 wakil Golongan Karya. DPRS melaksanakan sidang pertama kali pada 10 November hingga 7 Desember 1950 dan sidang kedua pada 15 – 22 Mei 1963.
b. Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
Lembaga DPAS memiliki tugas memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usulan pada pemerintah. Pembentukan DPAS didasarkan pada Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959.
c. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
DPR-GR dibentuk berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959 dengan anggota sebanyak 283 orang, yang terdiri dari 153 wakil partai politik, dan 130 wakil golongan. Tugas DPR-GR adalah sebagai dewan pembantu presiden menurut bidangnya.
d. Kabinet Karya
Kabinet Karya dibentuk pasca dibubarkannya Kabinet Djuanda. Kabinet Karya memiliki tugas menstabilkan keamanan, memperbaiki keadaan ekonomi terutama sandang dan pangan, serta tetap berjuang merebut Irian Barat.
e. Front Nasional
Pembentukan Front Nasional didasarkan pada Penetapan Presiden No. 13 tahun 1959. Front Nasional memiliki tugas untuk memperjuangkan cita – cita proklamasi, pembangunan dan cita – cita yang terkandung dalam UUD 1945.
Penyimpangan Masa Demokrasi Terpimpin
- Pembubaran DPR hasil Pemilu 1955 oleh Soekarno berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960
- Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia seumur hidup berdasarkan Sidang Umum MPRS pada tanggal 15-22 Mei 1963.
- Pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara dimasukkan ke dalam kabinet yang dipimpin oleh presiden.